Tidak banyak orang yang tahu kalau tanggal 5 oktober merupakan hari guru internasional. Memang hal ini tidak begitu istimewa di khalayak umum, dikarenakan pada tanggal 5 oktober tersebut juga bebarengan dengan hari TNI yang lebih mengena di telinga masyarakat. Bahkan di kalangan guru sekalipun, pasti masih banyak yang belum tahu kapan hari guru internasional itu diperingati. Mungkin karena otoriterisme kekuasaan pada masa Orde Baru telah menutup ruang perubahan bagi komoditas guru melalui proses birokratisasi. Hal ini sangat mengundang keprihatinan di sejumlah pihak karena tidak ada kegiatan baik itu upacara maupun ucapan selamat di kantor-kantor pendidikan. Ini menandakan bahwa masih terjadinya dikotomi dan diskriminasi antara guru negeri dengan guru swasta oleh pemerintah, terutama dalam hal kesejahteraan guru. Padahal kalau kita ketahui hak dan kewajiban sebagai seorang guru baik negeri maupun swasta sama dalam hal mencerdaskan kehidupan berbangsa. Namun kalau kita lihat kesejahteraan guru swasta jauh sekali dibandingkan dengan guru negeri.
Meskipun hal tersebut telah di atur dalam UU No. 14 tahun 2005 yang
menegaskan bahwa guru swasta atau honorer setidaknya harus mempunyai
gaji yang setara dengan gaji guru PNS. Namun pernahkan pemerintah
membuat peraturan yang tegas misalnya membekukan yayasan atau sekolah
yang memberikan gaji di bawah Upah Minimum Regional. Atau setidaknya
pernahkah pemerintah mengecek kondisi guru honorer di yayasan yang
mendapatkan gaji seperempat dari gaji guru PNS. Padahal tugas dan
kewajiban baik itu guru Honorer dan guru PNS adalah sama. Bahkan ada
juga para guru PNS yang memberikan limpahan tugas dan jam mengajar,
sementara mereka asyik belanja , ngobrol di kantor bahkan sampai tidak
masuk sekolah.
Nasib Guru Swasta/Honorer
Berbicara mengenai nasib guru honorer/swasta pasti kita berfikiran
mengenai nasib mereka yang kurang beruntung. Bayangkan saja, seorang
guru yang bertitel Sarjana Pendidikan baik D3 maupun SI mendapatkan gaji
lebih rendah daripada gaji seorang pegawai buruh di pabrik yang
notabene mereka hanya lulusan SD, SMP atau SMA. Coba kita lihat para
guru Wiyata Bakti atau guru tamu bahkan guru honorer pun yang jamnya
mengajar sama dengan guru PNS mereka hanya mendapatkan gaji Rp.
100.000,- atau tidak mendapatkan gaji sama sekali. Di bandingkan dengan
seorang clening service yang bisa dikatakan jam kerjanyasama mereka bisa
mendapatkan gaji sesuai dengan UMR. Sungguh sangat memprihatinkan.
Namun pemerintah belum bisa berbuat banyak dengan melihat kondisi para
guru yang hanya diperas oleh para oknum-oknum yayasan atau pihak
terkait. Padahal jika pemerintah mau dan berani, pemerintah dapat
mencabut ijin dari yayasan pendidikan atau sekolah yang tidak
memberikan gaji minimal di atas upah minimum regional. Ada juga beberapa
yayasan yang sebenarnya sudah menerapkan sistem manajemen yang
transparan dan maju, sehingga memberikan gaji kepada guru-gurunya bahkan
melebihi gaji para guru PNS. Namun untuk yayasan atau sekolah yang
berada di daerah pedesaan mereka pasti berdalih bahwa masyarakat tidak
dapat ditarik iuran mahal-mahal , karena jika diminta dana yang tinggi
yayasan atau sekolah akan takut jika nantinya tidak mendapatkan murid.
Serba susah memang untuk menghadapi kenyataan ini, apalagi ditambah
dengan kebijakan pemerintah dengan diterapkanya pendidikan gratis dari
mulai SD sampai SMA. Bisa jadi masyarakat nanti memilih sekolah negeri .
Dan tentu saja sekolah swasta akan gigit jari dengan melihat kondisi
tersebut. Jika sekolah swasta gigit jari, maka guru honorer pun
dipersilahkan untuk gigit sepuluh jari.
Reflesi Hari Guru Internasional
Kalau kita ketahui diperingatinya hari guru internasional pada tanggal 5
oktober tersebut bertepatan dengan dikeluarkannya Recommendation
Concerning the Status of Teacher oleh UNESCO dan International Labaour
Organizations (ILO) dalam sebuah konferensi khusus antarpemerintah pada
tahun 1966 di Paris, yang dihadiri oleh 76 negara anggota UNESCO salah
satunya Indonesia dan 35 organisasi Internasional. Yang menghasilkan
rekomendasi yang berisi 13 bab dan 146 pasal. Isi rekomendasinya
tersebut salah satunya menekankan tentang keprofesionalisme-an dan
kesejahteraan guru pada negara berkembang. Dan terlebih lagi pada
pasal 60 direkomendasikan mengenai persamaan antara guru tetap dan guru
honorer dalam hal pengupahan, yang sama secara proposional, memiliki hak
yang sama dalam menikmati kondisi kerja, liburan, liburan sakit, dan
jaminan sosial. Semua rekomendasi telah diatur dan tercatat dalam pasal
tersebut mengenai hak dan kewajiban seorang guru, namun hal itu belum
dilaksanakan oleh pemerintah.
. Dan juga yang perlu kita ketahui bahwa UNESCO & ILO merupakan dua
badan internasional yang menangani guru dari sisi kependidikan dan
ketenagakerjaan yang telah menempatkan guru sebagai posisi yang strategi
dan bermartabat.
Bagi insan guru dan calon guru seharusnya dapat memaknai bahwa dengan
diperingatinya hari guru ini dapat menyadarkan kita mengenai fungsi dan
tugas seorang guru yang cukup strategis dalam menyiapkan SDM yang
unggul. Sekaligus memberikan dukungan kepada para guru di seluruh dunia
dan meyakinkan bahwa keberlangsungan generasi masa depan ada di tangan
guru. Dan dengan diperingati hari guru internasional ini marilah
pemerintah dan swasta bersatu padu untuk dapat memberikan aksi nyata
dalam meningkatkan kesejahteraan guru khususnya guru honorer/swasta.
Karena selama kita bersatu maka tidak akan ada lagi kesenjangan sosial
antara guru PNS dan NON-PNS.
Dengan memperingati hari guru sedunia Profesionalisme seorang guru
diharapkan jangan asal-asalan , tetapi memiliki bekal pengetahuan dan
sejumlah ketrampilan serta kompetensi yang memadai, diantaranya
pedagogis. Guru harus mencintai profesinya secara tulus dan jangan
sampai memilih profesi guru merupakan pilihan kedua di tengah sulitnya
lapangan pekerjaan. Atau bahkan karena gaji guru sekarang mulai
dinaikkan. Indonesia sekarang ini membutuhkan seorang guru yang bukan
hanya disebut guru, tetapi guru yang profesional terhadap profesinya
sebagai guru.
(Diposkan oleh BULETIN KARISMA)